NAMA : WULANDARI
NIM :
A1C112006
SOAL
1. A. Jelaskan bagaimana asam
benzoat di sintesis dari suatu senyawa aromatik!
B. jelaskan bagaimana mensintesis
asam salisilat dari asam benzoat tersebut di atas!
2. Jelaskan mengapa fenol dapat
di gunakan sebagai antiseptik!, mengapa alkohol tidak memiliki kemapuan
demikian?
3. A. Suatu eter dapat bereaksi
dengan air dimana bila di uji dengan larutan fehling A dan fehling B memberikan
hasil positif.
B. hasil dari tersebut di atas bila dioksidasi lebih lanjut akan
menghasilkan senyawa X , tentukan cara mengidentifikasinya!
4. Mengapa suatu eter bisa lebih
reaktif dari pada alkohol, padahal secara umum alkohol lebih reaktif dari pada
eter apabila di reaksikan dengan logam? (seperti Na)
jelaskan dasar-dasar ilmiah yang memungkinkan suatu eter lebih reaktif dari pada alkohol!
jelaskan dasar-dasar ilmiah yang memungkinkan suatu eter lebih reaktif dari pada alkohol!
5. Bila fenol dikatakan lebih
asam dari pada alkohol temukan contoh suatu alkohol jauh lebih asam dari pada
fenol! Jelaskan mengapa demikian!
6. Etanol berfungsi digunakan
sebagai bahan bakar, bagaimana halnya dengan turuna alkohol yang lain yang
memungkinkan di gunakan sebagai bahan bakar,?
apa syarat-syaratnya? Dan berikan contoh!
apa syarat-syaratnya? Dan berikan contoh!
JAWABAN
1. A.
Asam benzoat diproduksi secara komersial melalui reaksi oksidasi toluena dengan oksigen. Toluena adalah salah satu senyawa turunan dari
senyawa aromatik benzena yang memiliki
gugus alkil CH3. Proses
ini dikatalisis oleh kobalt ataupun mangaan dan
dijalankan pada suhu 150ºC - 250ºC
serta pada tekanan 5 - 50 atm. Proses ini menggunakan bahan-bahan baku yang murah,
menghasilkan rendemen tinggi dan ramah lingkungan.
Reaksi oksidasi toluena :
B. Asam
salisilat dapat disintesis dari asam benzoat melalui reaksi berikut :
Pertama, asam
benzoat direaksikan dengan Cl2, menghasilkan asam orto klorobenzoat
karena Cl adalah gugus pengarah orto dan HCl.
Selanjutnya asam
o-klorobenzoat ini direaksikan dengan NaOH dan terjadi resonansi maka ion Cl
akan lepas dan digantikan oleh ion ONa+ dan atom H pada gugus
benzoat juga digantikan oleh Na+.
Terakhir ditambahkan
lagi HCl sehingga ion Na+ yang terikat terlepas dan digantikan oleh
H+ dari HCl. Pada tahap ini dihasilkanlah asam salisilat dan garam NaCl.
2. Antiseptik
merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan yang
hidup, seperti pada permukaan kulit dan membran mukosa.
Efektivitas antiseptik dalam membunuh mikroorganisme
bergantung pada beberapa faktor, diantaranya konsentrasi dan lama paparan.
Konsentrasi mempengaruhi adsorpsi atau penyerapan komponen antiseptik. Pada
konsentrasi rendah, beberapa antiseptik menghambat fungsi biokimia membran
bakteri, namun tidak akan membunuh bakteri tersebut. Ketika konsentrasi
antiseptik tersebut tinggi, komponen antiseptik akan berpenetrasi ke dalam sel
dan mengganggu fungsi normal seluler secara luas, termasuk menghambat
biosintesis (pembuatan) makromolekul dan persipitasi protein intraseluler dan
asam nukleat (DNA atau RNA). Lama paparan antiseptik berbanding lurus dengan
banyaknya kerusakan pada sel mikroorganisme.
Fenol dapat
digunakan sebagai antiseptik dengan cara mendenaturasi dan mengkoagulasi
protein sel bakteri. Larutan 1,6% fenol bersifat bakterisid yang dapat mengadakan koagulasi
protein. Ikatan fenol dengan protein mudah lepas, sehingga fenol dapat
berpenetrasi kedalam kulit utuh kemudian berinteraksi dengan sel bakteri
melalui proses adsorbsi yang melibatkan ikatan hydrogen. Pada kadar rendah terbentuk
kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami peruraian,
diikuti penetrasi fenol ke dalam sel menyebabkan presipitasi serta denaturasi
protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel membran
mengalami lisis.
Selain itu, fenol sebagai antiseptik dapat mengubah
permeabilitas membran sel bakteri, sehingga menimbulkan kebocoran konstituen
sel yang esensial dan mengakibatkan bakteri mengalami kematian. Beberapa
turunan fenol seperti heksaklorofen dan oksikuinolin, dapat membentuk kelat
dengan ion Fe dan Cu, kemudian bentuk kelat tersebut dialihkan ke dalam sel
bakteri. Kadar yang tinggi dari ion – ion logam didalam sel menyebabkan
gangguan fungsi enzim – enzim sehingga mikroorganisme mengalami kematian.
Sedangkan alkohol memiliki kemampuan yang berbeda dari fenol. Alkohol
memiliki kemampuan yang stabil dalam membunuh
mikroorganisme, yang sering digunakan
sebagai disinfektan bukan antiseptik. Alkohol tidak dapat dijadikan sebagai
antiseptik karena alkohol bersifat mudah menguap tanpa meninggalkan efek sisa, akibatnya tidak semua kuman mati dengan
pemberian alkohol. Namun setidaknya alkohol dapat berperan dalam menghambat
pertumbuhan kuman. Alkohol juga jarang digunakan dalam membersihkan luka yang
terbuka karena akan menimbulkan rasa sakit seperti terbakar.
3. Perekasi Fehling adalah
oksidator lemah yang merupakan pereaksi khusus untuk mengenali/ mengidentifikasi
adanya gugus aldehid.
Pereaksi Fehling terdiri dari dua bagian, yaitu Fehling A dan Fehling B.
Fehling A adalah larutan CuSO4,
sedangkan Fehling B merupakan campuran larutan NaOH dan kalium natrium
tartrat (KNa tartarat) . Pereksi Fehling dibuat dengan mencampurkan kedua
larutan tersebut, sehingga diperoleh suatu larutan yang berwarna biru tua.
Dalam pereaksi Fehling, ion Cu2+ terdapat sebagai ion kompleks.
Pereaksi Fehling dapat dianggap sebagai larutan CuO. Dalam pereaksi ini ion Cu2+ direduksi
menjadi ion Cu+ yang dalam suasana basa akan diendapkan sebagai Cu2O.
Reaksi yang terjadi dalam uji fehling adalah :
Pemanasan dalam reaksi ini bertujuan
agar gugus aldehida pada sampel terbongkar ikatannya dan dapat bereaksi dengan
ion OH- membentuk asam karboksilat. Cu2O (endapan merah
bata) yang terbentuk merupakan hasil sampingan dari reaksi pembentukan asam
karboksilat.
a) Suatu eter dapat bereaksi dengan air dimana
bila di uji dengan larutan fehling A dan fehling B memberikan hasil positif. Hasil positif terhadap pereaksi fehling ini ditandai dengan dihasilkannya endapan berwarna merah bata. Dari hasil yang didapat kita bisa menyimpulkan bahwa eter bereaksi
dengan air membentuk ikatan hidrogen sehingga menghasilkan senyawa dengan gugus
aldehid (R-COH).
b)
Apabila aldehid dioksidasi lebih lanjut maka akan menghasilkan senyawa X.
Senyawa X ini adalah
asam karboksilat dengan gugus fungsi (–COOH). Untuk mengidentifikasi apakah senyawa X ini asam
kaboksilat dapat ditambahkan alkohol dengan katalis asam, maka akan
terbentuk senyawa ester. Karena
senyawa ester itu sendiri memang disintesis dari reaksi antara asam karboksilat
dan alkohol, reaksi ini disebut reaksi esterifikasi. Dan untuk mengetahui
apakah senyawa ester itu terbentuk, maka dapat diamati dari
aromanya. Senyawa ester
memiliki aroma yang khas yaitu
berupa bau wangi-wangian dan bau yang menyerupai aroma buah-buahan, seperti pisang,nanas,dsbnya. Selain itu karena hasil reaksi
berupa ester dan air, maka akan menimbulkan dua lapisan dimana
lapisan atas adalah ester dan lapisan bawah adalah air. Keduanya tidak dapat menyatu dikarenakan ester bersifat
non polar sedangkan air bersifat polar dan massa jenis ester pun lebih kecil
dibandingkan massa jenis air yang berada dibawahnya.
4. Eter dan
alkohol adalah senyawa hidrokarbon yang masing-masing memiliki gugus fungsi yang berbeda.
Gugus fungsi eter adalah oksigen yang terikat diantara rantai karbon (-O-)
dan gugus fungsi
alkohol adalah gugus hidroksil (-OH). Alkohol dan eter tergolong senyawa yang polar
karena keduanya memiliki atom oksigen yang memiliki keelektronegatifan cukup
tinggi.
Alkohol dapat bereaksi dengan
logam natrium suatu alkoksida dan hasil samping berupa gas hidrogen. Logam natrium mudah
teroksidasi menjadi ion Na+ , ion ini akan mensubstitusi ion
hidrogen pada gugus hidroksil alkohol.
Contoh
:
Suatu eter dapat dimungkinkan lebih reaktif dari alkohol, contohnya epoksida.
Epoksida adalah senyawa eter siklik (oksiran) yang struktur
dasarnya terdiri dari cincin tiga atom, dimana satu atom oksigen diikat pada dua atom karbon berdekatan yang berasal
dari hidrokarbon. Karakteristik dari senyawa epoksida adalah gugus
oksiran yang terbentuk oleh oksidasi dari senyawa olefinik atau senyawa
aromatik ikatan ganda.
Epoksida merupakan gugus yang sangat
reaktif, terutama dalam larutan asam karena akan menaikkan kecepatan pembukaan
cincin oksida dengan cara protonasi kepada atom oksigen dan berinteraksi dengan
berbagai macam reagen nukleofilik. Karena kereaktifan yang tinggi dari
cincin oksiran, epoksida dapat digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis
berbagai macam varietas kimia, seperti alkohol, glikol, alkanolamin, komponen
karbonil, komponen olefin, dan polimer, seperti poliester, poliuretan, dan
resin epoksi.
5. Alkohol merupakan
suatu senyawa yang mengandung gugus hidroksil (-OH). Fenol juga mengandung
gugus hidroksil tetapi gugus fungsi ini melekat pada cincin aromatik. Fenol
berbeda dari alkohol dalam sifat fisis dan kimianya. Perbedaan yang paling
penting ialah keasamannya. Fenol memiliki
tetapan ionisasi asam (Ka) sebesar 1 x 10-10, jauh lebih besar
daripada nilai Ka alkohol pada umumnya berkisar dari 10-16 sampai 10-18.
Semakin rendah pKa suatu senyawa maka keasamannya semakin kuat.
Kekuatan asam dapat dilihat dari
banyaknya penggunaan bersama elektron dan kestabilan anion. Kestabilan anion
dapat dilihat dari pendistribusian elektron negatifnya. Semakin banyak jumlah atom oksigen
maka anion semakin stabil, karena semakin banyak jumlah atom oksigen yang dapat
menerima pendistribusian muatan negatifnya.
Semakin stabil ionnya maka semakin banyak asamnya terionisasi dan
otomatis asamnya semakin kuat.
Fenol bersifat asam dibandingkan dengan alkohol, dikarenakan anion fenol yaitu ion fenoksida distabilkan oleh
resonansi dimana muatan negatif dari elektron mengalami delokalisasi oleh
cincin aromatiknya. Sedangkan anion dari
alkohol yaitu alkoksida tidak dapat
didelokalisasikan. Karena disebabkan delokalisasi elektron pada ion fenoksida menyebabkan ion H+ yang telah
dilepaskan sulit kembali. Sedangkan pada alkohol karena elektron tidak mengalami delokalisasi membuat ion H+ yang
telah dilepaskan dapat dengan mudah kembali lagi.
Jadi, untuk membuat alkohol lebih asam dari fenol
maka kita harus menemukan anion alkohol yang lebih
stabil daripada anion fenol. Alkohol dapat memiliki kestabilan anion yang kuat apabila atom
karbonnya tidak hanya mengikat 1 gugus hidroksi (-OH) saja, tetapi juga
mengikat gugus penarik elektron seperti halogen atau nitro (NO2)
yang meningkatkan keasaman pada alkohol.
6. Turunan alkohol lain yang memungkinkan untuk digunakan sebagai
bahan bakar yaitu metanol. Metanol
adalah
senyawa alkohol paling sederhana yang memiliki angka oktan tinggi dan mudah didapat dan
penggunaannya
sebagai bahan bakar tidak menimbulkan pencemaran udara. Dengan angka oktan yang
tinggi akan menghasilkan pembakaran yang sempurna sehingga hasil gas buang
pembakaran lebih bersih.
Metanol jika dibakar akan menghasilkan
karbon dioksida dan air.
CH3OH + O2 --> CO2
+ H2O
Karekteristik metanol dengan titik didih rendah
menjadikan pembakaran lebih cepat dan sifat volatil yang rendah (berat molekul
rendah) yang sulit menghasilkan getah dapat dijadikan bahan aditif pada bensin
untuk menggantikan bahan aditif lain yang kurang efektif dan efisien. Metanol tidak
menghasilkan logam berat seperti timbal pada TEL, mangan pada MMT dan
karsiogenik pada MTBE. Dari sifat metanol lebih sedikit dihasilkan gas CO yang
bersifat racun karena pembakaran yang sempurna gas buang diubah menjadi
CO2 dan H2O.
Pencampuran metanol pada bensin menyebabkan penggunaan
bahan bakar lebih ekonomis, bahan bakar yang terbuang lebih sedikit, tenaga
mesin lebih baik dibandingkan dengan bensin saja, dan tentunya ramah
lingkungan. Emisi gas buang yang ramah lingkungan membawa dampak kesehatan
masyarakat baik.
Kendala dari penggunaan metanol sebagai bahan bakar
karena harga metanol yang tinggi dan diperlukan modifikasi mesin kendaraan
sehingga harus menyesuaikan dengan bahan bakar metanol. Selain itu metanol
memiliki sifat higroskopis, yaitu mudah menarik uap air yang
terdapat di atmosfer. Oleh karena itu, jika kandungannya pada bahan bakar
besar, maka akan menyebabkan korosi besi pada komponen mesin sehingga dapat
merusak komponen mesin. Selain itu, karena pembakarannya yang terlalu cepat,
maka memperbesar terjadinya knocking pada mesin kendaraan.
Syarat-syarat senyawa turunan alkohol dapat digunakan sebagai bahan bakar, yaitu :
· Memiliki angka oktan yang cukup tinggi. Angka oktan adalah suatu bilangan yang
menunjukkan sifat anti ketukan (denotasi). Dengan kata lain, makin tinggi angka
oktan maka semakin berkurang kemungkinan untuk terjadinya denotasi (knocking).
Dengan berkurangnya intensitas untuk berdenotasi, maka campuran bahan bakar dan
udara yang dikompresikan oleh torak menjadi lebih baik sehingga tenaga motor
akan lebih besar dan pemakaian bahan bakar menjadi lebih hemat.
· Mudah terbakar (mengalami oksidasi) menghasilkan energi yang cukup untuk menjalankan mesin kendaraan.
· Tidak bersifat higrokopis sehingga tidak mudah menyerap uap air diudara yang menyebabkan
bahan bakar sulit dibakar dan
mengurangi efisiensi mesin.
· Volatilitas bahan bakar adalah kecenderungan
cairan bahan bakar untuk menguap. Pada motor bensin, campuran bahan bakar dan
udara yang masuk dalam silinder sebelum dan sesudah selama proses pembakaran
diusahakan sudah dalam keadaan campuran uap bahan bakar dan udara, sehingga
memudahkan proses pembakaran. Oleh karena itu kemampuan menguapkan bahan bakar
untuk motor bensin sangat penting.
· Harus stabil secara kimia, tanpa menggumpal atau
membentuk endapan polimerik yang
berupa endapan-endapan gum (getah) yang berpengaruh kurang baik terhadap sitem
saluran misalnya pada katup-katup dan saluran bahan bakar.